Putusan ini bermula dari kebijakan impor gula yang ia keluarkan pada 2015, yang menurut Jaksa menyebabkan kerugian negara. Namun, fakta menarik muncul saat hakim memaparkan pertimbangan hukum: Tom tidak memperkaya diri sendiri maupun orang lain secara langsung. Bahkan, uang pengganti tidak dikenakan karena tidak ada aliran dana ke rekeningnya.
Pakar Hukum: “Ini Pemidanaan Tanpa Unsur Kesalahan”
Pakar hukum tata negara, Prof. Mahfud MD, mengkritik keras vonis tersebut. Menurutnya, pemidanaan dalam perkara pidana harus memenuhi dua unsur utama: perbuatan melawan hukum (actus reus) dan niat jahat atau kesengajaan (mens rea). Tanpa niat jahat, sebuah tindakan kebijakan administratif tidak dapat serta-merta dikriminalisasi.
“Tidak semua kebijakan yang merugikan negara bisa dipidana, apalagi kalau tak ada niat memperkaya diri atau merugikan orang lain,” ujar Mahfud dalam sebuah wawancara.
Ia menambahkan, vonis ini berpotensi menciptakan preseden berbahaya bagi pejabat publik, yakni takut mengambil kebijakan karena khawatir dipidana meski tanpa motif jahat.
Kuasa Hukum Ajukan Banding
Pihak kuasa hukum Tom Lembong menyatakan akan segera mengajukan banding, menyebut bahwa majelis hakim telah mengabaikan prinsip dasar pemidanaan. Mereka mempertanyakan ketidakhadiran unsur mens rea dalam pertimbangan vonis dan menilai penghitungan kerugian negara oleh hakim menyimpang dari audit resmi lembaga negara.
“Prinsip in dubio pro reo harusnya berlaku — saat ada keraguan, seharusnya berpihak pada terdakwa, bukan malah menghukumnya,” ujar kuasa hukum dalam pernyataan resminya.
Kejaksaan Tetap Yakin pada Vonis
Sementara itu, pihak Kejaksaan Agung membela putusan hakim. Menurut mereka, unsur kesalahan tetap terpenuhi, karena perbuatan Tom Lembong telah memberi celah pada pelanggaran sistem dan menguntungkan pihak tertentu meski tanpa niat eksplisit.
“Hakim sudah menilai secara objektif. Kami menghormati proses hukum yang berlangsung,” kata Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung.
Perdebatan: Pelanggaran Administratif atau Tindak Pidana?
Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah semua kebijakan publik yang berdampak kerugian bisa dipidana, meski tanpa niat jahat? Banyak pakar hukum menilai, kasus seperti ini lebih tepat ditangani secara administratif atau etika jabatan, bukan pidana.
Dalam doktrin hukum pidana modern, mens rea adalah elemen pokok dalam membedakan kesalahan administratif dengan tindak pidana. Jika unsur niat tidak terbukti, maka proses pidana bisa dianggap sebagai penyalahgunaan instrumen hukum untuk kepentingan non-yuridis.
Opini
Kasus Tom Lembong telah membuka kembali perdebatan lama: apakah keadilan substantif masih menjadi arah pemidanaan di Indonesia, ataukah kini hukum bergeser ke arah formalisme prosedural yang mengabaikan niat dan konteks?
Bagi publik dan pejabat negara, kejelasan batas antara tindakan kebijakan dan tindak pidana adalah kunci. Jika tidak, ketakutan mengambil keputusan bisa menjadi warisan dari putusan yang tidak menemukan niat jahat, namun tetap menghukum.