Surabaya – Pemerintah Provinsi Jawa Timur kini menetapkan aturan tegas terkait penggunaan pengeras suara berdaya tinggi atau yang populer disebut sound horeg. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Bersama yang ditandatangani Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jatim Irjen Nanang Avianto, dan Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin, berlaku sejak 6 Agustus 2025.
Aturan ini lahir setelah maraknya pro dan kontra penggunaan sound horeg di berbagai daerah, terutama di Tulungagung, Banyuwangi, Pasuruan, Jember, dan Malang. Sebagian masyarakat menilai sound horeg sebagai hiburan, namun di sisi lain, banyak yang menganggapnya mengganggu kesehatan, ketertiban umum, bahkan berpotensi memicu konflik sosial.
Batasan Desibel: Statis 120 dBA, Bergerak 85 dBA
SE Bersama tersebut mengatur dua kategori pengeras suara: Statis (tetap di satu lokasi seperti konser, acara seni budaya, atau kegiatan kenegaraan): batas maksimal 120 desibel (dBA). Nonstatis (bergerak seperti karnaval, unjuk rasa, atau arak-arakan): batas maksimal 85 desibel (dBA).
Selain itu, kendaraan pengangkut sound system wajib memenuhi uji kelayakan (Kir) sesuai peruntukan kegiatan.
Batas Waktu, Tempat, dan Rute
Penggunaan sound system wajib mematikan pengeras suara saat: Melintasi rumah ibadah ketika peribadatan berlangsung, Melewati rumah sakit, Saat ambulans melintas, Saat kegiatan belajar mengajar berlangsung di sekolah
Pemerintah juga menekankan larangan keras menggunakan sound system untuk kegiatan yang melanggar norma agama, kesusilaan, dan hukum. Ini termasuk larangan membawa minuman keras, narkotika, senjata tajam, pornografi, atau melakukan aksi anarkis dan tawuran.
Izin Wajib Disertai Pernyataan Tanggung Jawab
Setiap kegiatan dengan sound system wajib mengantongi izin dari kepolisian. Penyelenggara harus menandatangani pernyataan kesanggupan bertanggung jawab atas kemungkinan korban jiwa, kerugian materiil, atau kerusakan fasilitas umum. Pernyataan ini harus dibubuhi materai.
Jika ditemukan pelanggaran, pihak kepolisian berhak menghentikan acara dan mengambil tindakan sesuai hukum.
Solusi Jalan Tengah
Khofifah menegaskan, regulasi ini merupakan “jalan tengah” untuk melindungi kesehatan, ketertiban, dan kenyamanan masyarakat tanpa mematikan kegiatan hiburan atau tradisi budaya.
“Kami mengkaji dari berbagai aspek – agama, budaya, lingkungan, hukum, hingga kesehatan – untuk memberikan solusi yang adil bagi semua pihak,” ujarnya.
Dengan aturan baru ini, Pemprov Jatim berharap sound horeg tetap dapat menjadi bagian dari hiburan masyarakat, namun tertib, aman, dan tidak menimbulkan gangguan maupun kerusakan.