Jakarta, 12 Agustus 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menaikkan status perkara dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024 ke tahap penyidikan. Kasus ini menyeret mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan keputusan ini diambil usai lembaga antirasuah melakukan gelar perkara (ekspose) pada Jumat, 8 Agustus 2025, sehari setelah pemeriksaan terhadap Yaqut. Meski sudah masuk tahap penyidikan, KPK menegaskan belum ada tersangka yang ditetapkan dan masih menggunakan surat perintah penyidikan (Sprindik) umum.
“Peningkatan status ini dilakukan setelah analisis bukti yang diperoleh dalam tahap penyelidikan. Selanjutnya, KPK akan mendalami pihak-pihak yang diduga terlibat,” ujar Asep Guntur.
Asep menjelaskan, dalam melihat potensi tersangka (potential suspect), KPK mempertimbangkan dua aspek utama.
“Yang pertama dari sisi alur perintah, yakni siapa yang memberi perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai aturan. Yang kedua dari sisi aliran dana, yakni siapa saja pihak yang menerima dana yang diduga terkait penambahan kuota tersebut,” tegasnya.
Fokus Penyelidikan: Kuota Haji dan Aliran Dana
Kasus ini berawal dari dugaan penyimpangan dalam penentuan kuota tambahan haji yang dinilai tidak sesuai dengan aturan. KPK juga tengah menelusuri aliran dana yang diduga terkait dengan distribusi kuota tersebut.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, menilai dugaan pelanggaran ini cukup kuat.
“Memang ada dugaan kuat, tambahan kuota haji dari Arab Saudi itu dibagi tidak sesuai dengan UU Haji. Menurut UU Haji seharusnya 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun oleh Kemenag dulu pembagiannya 50:50, 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus. KPK sedang mendalami ini, apakah tindakan membagi secara rata yang tidak sesuai UU itu memenuhi rumusan unsur delik dalam UU Tipikor,” jelas Zaenur.
Sejumlah tokoh dan pejabat telah dimintai keterangan, mulai dari pejabat Kementerian Agama, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah, hingga pendakwah Khalid Basalamah.
Rencana Pemanggilan Ulang dan Penelusuran Lebih Lanjut
KPK berencana memanggil kembali Yaqut Cholil Qoumas untuk dimintai keterangan tambahan. Selain itu, penyidik juga fokus mengidentifikasi sosok pemberi perintah dalam pembagian kuota yang tidak sesuai prosedur. Organisasi Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendorong KPK untuk turut menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) agar penelusuran aliran dana bisa dilakukan secara lebih luas dan mendalam.
Bukan Kasus Pertama di Kementerian Agama
Yaqut Cholil Qoumas bukan Menteri Agama pertama yang tersandung dugaan korupsi. Sebelumnya, Said Agil Husin Al Munawwar, Menteri Agama pada periode 2001–2004, pernah terjerat kasus korupsi dana haji dan divonis lima tahun penjara pada 2006.
Kasus serupa juga menimpa Suryadharma Ali, Menteri Agama periode 2009–2014. Ia divonis 6 tahun penjara pada 2016 karena terbukti menyalahgunakan kuota haji dengan mengalokasikan sebagian kuota untuk pihak-pihak yang tidak berhak, termasuk keluarga dan koleganya. Kasus Suryadharma Ali menjadi salah satu preseden terbesar penyalahgunaan wewenang di sektor penyelenggaraan ibadah haji.
Sekilas Perbedaan Penyelidikan dan Penyidikan
Banyak masyarakat yang masih bingung membedakan istilah penyelidikan dan penyidikan dalam hukum pidana.
Penyelidikan adalah tahap awal untuk mencari dan menemukan ada atau tidaknya dugaan tindak pidana. Di tahap ini, aparat penegak hukum mengumpulkan informasi, memverifikasi laporan, dan mencari bukti permulaan. Belum ada penetapan tersangka pada tahap ini.
Penyidikan adalah tahap lanjutan jika bukti permulaan dianggap cukup. Pada tahap ini, penyidik sudah berwenang menetapkan tersangka, melakukan pemanggilan paksa, penyitaan barang bukti, hingga penahanan jika diperlukan.
Dengan naiknya status perkara kuota haji ini ke tahap penyidikan, artinya KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk memperdalam kasus dan membuka kemungkinan penetapan tersangka di kemudian hari.